Pupuh Sinom

Manunggaling Kawulo Gusti, Kaweruh Kejawen, Ilmu Sejati Pupuh Sinom yang diambil dari serat Wédhatama..

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 06 Desember 2011

KEBLAT PAPAT LIMA PANCER



Sunday, November 27, 2011
10:31 AM
    Sejak dahulu orang Jawa telah mempunyai “ perhitungan “ ( petung Jawa ) tentang pasaran, hari, bulan dan lain sebagainya. Perhitungan itu meliputi baik buruknya pasaran, hari, bulan dan lain sebagainya. Khusus tentang hari dan pasaran terdapat di dalam mitologi sebagai berikut :   
    1.      Batara Surya ( Dewa Matahari ) turun ke bumi menjelma menjadi Brahmana Raddhi di gunung tasik. Ia menggubah hitungan yang disebut Pancawara ( lima bilangan ) yang sekarang disebut Pasaran yakni : Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon nama kunonya : Manis, Pethak ( an ) Abrit ( an ) Jene ( an ) Cemeng ( an ), kasih. ( Ranggowarsito R.NG.I : 228 )  
    2.      Kemudian Brahmana Raddhi diboyong dijadikan penasehat Prabu Selacala di Gilingwesi sang Brahmana membuat sesaji, yakni sajian untuk dewa-dewa selama 7 hari berturut-turut dan tiap kali habis sesaji, hari itu diberinya nama sebagai berikut
    a.       Sesaji Emas, yang dipuja Matahari. Hari itu diberinya nama Radite, nama sekarang : Ahad.
    b.      Sesaji Perak, yang dipuja bulan. Hari itu diberinya nama : Soma, nama sekarang : Senen.
    c.       Sesaji Gangsa ( bahan membuat gamelan, perunggu ) yang dipuja api, hari itu diberinya nama : Anggara, nama sekarang Selasa.
    d.      Sesaji Besi, yang dipuja bumi, hari itu diberinya nama : buda, nama sekarang : Rebo.
    e.       Sesaji Perunggu, yang dipuja petir. Hari itu diberinya nama : Respati, nama sekarang : Kemis.
    f.        Sesaji Tembaga, yang dipuja Air. Hari itu diberinya nama : Sukra, nama sekarang : Jumat
    g.       Sesaji Timah, yang dipuja Angin. Hari itu diberinya nama : Saniscara disebut pula : Tumpak, nama sekarang : Sabtu.
    Nama sekarang hari-hari tersebut adalah nama hari-hari dalam Kalender Sultan Agung, yang berasal dari kata-kata Arab ( Akhad, Isnain, Tslasa, Arba’a, Khamis, Jum’at, Sabt ) nama-nama sekarang itu dipakai sejak pergantian Kalender Jawa – Asli yang disebut Saka menjadi kalender Jawa / Sultan Agung yang nama ilmiahnya Anno  Javanico ( AJ ). Pergantian kalender itu mulai 1 sura tahun Alip 1555 yang jatuh pada 1 Muharam 1042 = Kalender masehi 8 Juli 1633. Itu hasil perpaduan agama Islam dan kebudayaan Jawa.
    Angka tahun AJ itu meneruskan angka tahun saka yang waktu itu sampai tahun 1554, sejak itu tahun saka tidak dipakai lagi di Jawa, tetapi hingga kini masih digunakan di Bali. Rangkaian kalender saka seperti : Nawawara ( hitungan 9 atau pedewaan ) Paringkelan ( kelemahan makhluk ) Wuku ( 30 macam a’7 hati, satu siklus 210 hari ) dll.
    Dipadukan dengan kalender Sultan Agung ( AJ ) tersebut, keseluruhan merupakan petungan ( perhitungan ) Jawa yang dicatat dalam Primbon. Dikalangan suku Jawa, sekalipun di lingkungan kaum terpelajar, tidak sedikit yang hingga kini masih menggunakannya ( baca : mempercayai ) primbon.
    Sadulur Papat Kalima Pancer
    Hitungan Pasaran yang berjumlah lima itu menurut kepercayaan Jawa adalah sejalan dengan ajaran “ Sedulur papat, kalima pancer “ empat saudara sekelahiran, kelimanya pusat.

    Ajaran ini mengandung pengertian bahwa badan manusia yang berupa raga, wadag, atau jasad lahir bersama empat unsur atau roh yang berasal dari, tanah, air, api dan udara. Empat unsur itu masing-masing mempunyai tempat di kiblat empat. Faktor yang kelima bertempat di pusat, yakni di tengah.
    Lima tempat itu adalah juga tempat lima pasaran, maka persamaan tempat pasaran dan empat unsur dan kelimanya pusat itu adalah sebagai berikut :
    1.      Pasaran Legi bertempat di timur, satu tempat dengan unsur udara, memancarkan sinar ( aura ) putih.
    2.      Pasaran Paing bertempat di selatan, salah satu tempat dengan unsur Api, memancarkan sinar merah.
    3.      Pasaran Pon bertempat di barat, satu temapt dengan unsur air, memancarakan sinar kuning.
    4.      Pasaran Wage bertempat di utara, satu tempat dengan unsur tanah, memancarkan sinar hitam
    5.      Kelima di pusat atau di tengah, adalah tempat Sukma atau Jiwa, memancarkan sinar manca warna ( Pancawarna )
    Dari ajaran sadulur papat, kalima pancer dapat diketahui betapa pentingnya Pasaran Kliwon yang tempatnya ditengah atau pusat ( sentrum ) tengah atau pusat itu tempat jiwa atau sukma yang memancarkan daya – perbawa atau pengaruh kepada “ Sadulur Papat atau Empat Saudara''


Jumat, 25 November 2011

PETUAH TENTANG ILMU YANG TERKANDUNG DALAM ''PUPUH SINOM''

Pupuh Sinom yang diambil dari serat Wédhatama karya KGPA Mangkunegara IV sebuah petuah tentang ngelmu, petuah tentang ngelmu tersebut mengandung makna yang tersirat  kurang lebih seperti ini :


Pupuh Pucung

1.
Ngelmu iku
Kalakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budya pangekese dur angkara

………….makna yang tersirat...

Ilmu itu didapatnya berdasarkan mencari dan berusaha,
Karena sebuah proses itu yang menciptakan kekuatan dari ilmu….
Sebab sebuah proses itu dapat menghilangkan keangkara murkaan terhadap penguasaan ilmu tersebut


2.
Angkara gung
Neng angga-anggung gumulung
Gogolonganira
Tri loka lekere kongsi
Yen den umbar ambabar dadi rubeda

…………makna yang tersirat...

Sebuah keserakahan itu sifatnya merasa selalu kurang, sekali terlibat akan terus membesar sampai sampai menutup semua hal… pikiran, perasaan dan harapan tertutupi dengan keserakahan, apabila diterus teruskan akan menyebabkan sebuah permasalahan yang sangat besar


3.
Beda lamun
Wus sengsem rehing asamun
Semune ngaksama
Sesamane bangsa sisip
Sarwa sareh saking mardi martotama

…………makna yang tersirat...

Berbeda dengan yang telah berpengalaman dalam hal proses…
Selalu memahami dan menimbang nimbang segala hal dengan baik, selalu memperhatikan dengan seksama tentang segala hal, selalu sabar dan menjaga agar tidak lepas dari sebuah jalan keutamaan


4.
Taman limut
Durgameng tyas kang weh limput
Kerem ing karamat
Karana karoban ing sih
Sihing suksma ngrebda saardi gengira

…………makna yang tersirat...

Bila terkena sebuah perasaan senang yang berlebihan, kadang mengalami perasaan lupa, sebab sebuah ilmu itu pada dasarnya menyenangkan (dapat mempermudah segala hal)
Akan tetapi karena memperhatikan dengan seksama, cermat disertai rasa cinta pada sesama mahluk, maka perasaan senang yang berlebihan itu dapat dikendalikan


5.
Yeku patut
Timulad-tulad timurut
Sapituduhira
Aja kaya jaman mangkin
Keh pra mudha mundhi dhiri rapal makna

…………makna yang tersirat...

Yaitu yang harus dijadikan contoh dan ditiru semua orang yang mempelajari ilmu seperti anda, jangan seperti jaman sekarang… banyak pemuda pemudi yang hanya membaca segala hal kemudian tanpa diselami dan dipahami tetapi sudah dipercaya (bahasa keren nya “textbooks thinking” gituu hlo…)


6.
Nora weruh
Rosing rasa kang rinuruh
Lumeketing angga
Anggere padha marsudi
Kana-kene kahanane nora beda

…………makna yang tersirat...

Tidak pernah tau sebuah perasaan rasa yang tenang (suci atau damai) yang selalu ada dalam tubuh manusia……
Padahal, apabila mau berusaha untuk mencari, dimana saja tetap sama tidak peduli dimana pun tempatnya…


7.
Uger lugu
Denta mrih pralebdeng kalbu
Yen Kabul kabuki
Ing drajad kajating urip
Kaya kang wus winahya sekar Sri Nata
Ada-Ada

…………makna yang tersirat...

Asal dengan kejujuran dan ketulusan, dan niat serta semangat yang menggelora dalam “hati” (perasaan atau jiwa)
Jika terlaksana harapan nya, ia bakalan ditinggikan drajat hidupnya, bagai seorang raja besar yang mempunyai nama harum keseluruh penjuru dunia


8.
Basa ngelmu
Mupakate lan panemu
Pasahe lan tapa
Yen satriya tanah Jawi
Kuna-kuna kang ginilut triprakara

…………makna yang tersirat...

Arti kata “ngelmu” adalah keselarasan dan akal pikiran (yang tajam)
Diperoleh dengan jalan berusaha dengan tekun dan selalu berusaha…
Kalau manusia utama di tanah jawa di jaman kuno kuno dahulu yang dipelajari secara terus menerus adalah tiga hal (tekad, perasaan dan pikiran)


9.
Lila lamun
Kelangan nora gegetun
Trima yen kataman
Sak serik sameng dumadi
Tri legawa nalangsa srah ing Bathara

…………makna yang tersirat...

Selalu iklas dikala kehilangan… kalau pun kehilangan selalu merasa pasrah tanpa perasaan menyesal, dan tidak pernah menyesal kepada apa yang telah terjadi…
Tidak pernah merasa benci kepada semua hal, apa pun itu….
Harus benar benar rela dan dikembalikan kepada kuasa Sang Semesta


10.
Bathara gung
Inguger graning jajantung
Jenek Hyang Wisesa
Sana Pesenetan suci
Nora kaya si mudha mudhar angkara

…………makna yang tersirat...

Sang Semesta yang maha segalanya, memberikan berkahnya di dalam jantung (perasaan/hati nurani) yang benama “Hyang Wisesa” yang bercirikan selalu suci dan selalu memberikan pertimbangan baiknya kepada manusia.
Tidak seperti yang selalu membesar besarkan segala macam masalah


11.
Nora uwus
Karema anguwus-uwus
Uwose tan ana
Mung janjine muring-muring
Kaya buta buteng betah nganiaya

…………makna yang tersirat...

Tidak seperti yang selalu yang berbicara tidak benar dan tidak terbukti, selalu mengumbar janji kosong dan selalu marah marah seperti raksasa (ke-angkara murkaan) ngawur yang selalu menyiksa…


12.
Sakeh luput
Ing angga tansah linimput
Linimpet ing sabda
Narka tan ana udani
Lumuh ala hardane ginawe gada

…………makna yang tersirat...

Semua kesalahan dalam seluruh tubuh dijadikan satu, di utarakan lewat kata kata dengan harapan tidak akan bisa dibantah, semua kesalahan lawan bicara di jadikan senjata balik memukul lawan


13.
Durung punjul
Kasusu kaselak jujul
Kaseselan hawa
Cupet kapepetan pamrih
Tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa

…………makna yang tersirat...

Belum cukup kemampuan, ingin cepat cepat terlihat pandai, terdorong hawa napsu menjadikan sempit pemikiran, hanya karena terdorong keinginan disanjung (pamrih).. yang seperti itu tidak akan mungkin dekat dengan Sang Semesta.
         Kurang luwihipun nyuwun gunge pagaksama....rahayu...rahayuu

Kamis, 18 Agustus 2011

Hukum menggunakan ilmu gaib dan Jimat

Sebelumnya ini adalah sesuai dgn keyakinan dan pengetahuan dari apa yang saya pelajari.Mengingat banyak dalam kajian Agama terdapat Khilaf Fiqih,makaa perbedaan pendapat/pandangan pastilah ada.
  Para Ulama menyatakan bahwa masalah khilafiyah agar disikapi dengan bijak,dan tidak diperlakukan sebagai hal yang diingkari.
Mengamalkan  hizib,doa-doa dan memakai azimat pada dasarnya tak lepas dari bentuk ikhtiar manusia sebagai hamba.Yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT.Dan Allah SWT sangat menganjurkan pada hambanya untuk selalu berdoa kepada-NYA.Ini ditegaskan dalam Firman-NYA:
''Berdoalah kepadaKU,niscaya AKU akan mengabulkan untukmu.(QS AL-Ghafir:60)
     Ada beberapa Dalil dan Hadist Nabi yang menjelaskan kebolehan ini.Diantaranya adalah :dari Auf bin Malik Al-Asja'i ,yang meriwayatkan bahwa pada jaman jahilliyah ,kami selalu membuat azimat(dan semacamnya)lalu kami bertanya pada Rosullulah''Bagaimana pendapatMu(ya rasul)tentang hal itu?''rosullulah menjawab''membuat azimat tidak apa-apa selama didalamnya tidk mengandung kesyirikan.''(HR.Muslim)
     Dalam kitab At-Thibb An-nabawi,Al-hafizh AL-Dzahabi menyitir sebuah Hadist''Dari Abdullah Bin Umar,Bahwa Rosullullah SAW pernah bersabda''Apabila salah satu dari kamu ada yang  bangun tidur,maka bacalah(bacaan yg artinya)''Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaanNYA,dari perbutan jelek yang dilakukan hamba-NYA,dari godaan setan serta dari kadatangannya kepadaku.Maka setan itu tidak dapat membahayakan orang tersebut.''Abdullah Umar ,mengajarkan bacaan tsb kepada anak-anaknyayang baliq,sedang yang belum baliq ia menulis di secarik kertas lalu di gantungkan dilehernya(At-Thibb An- Nabawi.hal 167)
  Tapi tak dipungkiri memang ada hadist yang melarang penggunaan/mengharamkan penggunaan ajimat,misalnya:''Dari Abdullah,ia berkata"saya mendengar Rosullulah SAW bersabda''Sesungguhnya hizib,azimat dan pelet,adalah perbuatan syirik.''(HR.Ahmad)
Mengomentari Hadist itu,Ibnu Hajar,salah seorang pakar ilmu Hadist,mengatakan:''Keharaman yang terdapat dalam Hadist itu,atau Hadist lainnya,adalah apabila yang digantung itu tidak mengandung Al-Quran atau semisalnya.Apabila yang digantung itu berupa dzikir kepada Allah SWT.Maka larangan itu tidak berlaku,Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah dari Allah SWT,atau dzikir kepada-NYA.''(Faidhul Qadir,jus 6 hal 180-181)pendapat ini dibenarkan pula oleh banyak ulama lain,setelahnya sudah tentu masih banyak penjelasan yang lain.
  Dasar kebolehan membuat dan menggunakan Azimat,amalan serata hizib sangat kuat dan sahih.Karena itulah para ilama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat Azimat.
 Al-Marruzi berkata,''seorang perempuan mengadu kepada  Abi Abdillah Ahmad Bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah pabila seorang diri dirumahnya.kemudian Imam Ahmad Bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri:basmallah,surat Al-Fatihah dan Mu'awwidzatain(Al-Falaq dan An-Nas)
Namun,tidak semua doa-doa dan Azimat dapat dibenarkan. setidaknya ada 2 ketentuan yang harus diperhatikan:
1.Harus menggunakan Kalam Allah SWT,Sifat Allah,Asma AllahSWT(Asmaul Husna) ataupun sabda,doa Rosullullah SAW.
2.Tertanam keyakinan bahwa ruqyah/syareat batiniah itu tidak dapat membari pengaruh apapun,tapi sepenuhnya harus diyakini bahwa apa yang dihajatkan itu dapat terkabul /terwujud semata-mata hanya karena Takdir Allah SWT.sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu asbab/sebab saja.
     mohon maaf bila banyak khilaf dan kesalahann

Rabu, 17 Agustus 2011

WIJINING ILMU MAKRIFAT

''SEJATINE ORA ONO OPO-OPO,AWIT DUK MAKSIH AWANG-UWUNG DURUNG ANA SAWIJI-WIJI,KANG ANA DHINGIN IKU INGSUN,ORA ANA PANGERAN ANGING INGSUN,SAJATINE DAT KANG AMAHA SUCI,ANGLIPUTI ING SIPATING-SUN,ANARTANI ING ASMANING-SUN,AMRATANHANI ING APNGALING-SUN''
         Menggah dununging makaten:Ingkang angandhika sajating dzat kang Amaha Sucipunika,inggih gesang kita pribadi,sayekti katitipan rahsaning Dzat kang Maha Agung,angkliputi ing sipat punika,inggih rupa kita pribadi,sayekti kaimbuhan warnaning Dzat Kang Elok.Anartani Asma punika inggih nama kita pribadi,sayekti kaaken sesebutaning Dzat kang Wisesa.Amrantandhani apngal punika,inggih solah bawa kita pribadi,sayekti anelakaken pakartining  Dzat kang Sampurna.Mila babasanipun wahananing Dzat punika anyamadani sipat,sipat punika anartani asma,asma punika amratandhani apngal,apngal punika dadaos warananing Dzat.
  Dene Dzat anggenipun amyamadi sipat punika,upami kadi madu lawan manisipun,yekti boten kenging kapisahna.Dene sipat anggenipun anartani Asma punika,upami dadi paesan ingkang angilo lawan wewayanganipun,yekti solah-bawanipun ingkang angilo wawayangan wau tumut kemawon,dene apngal anggenipun dados wahananing dzat,upami kadi samudra lawan ombakipun,yekti wahananing ombak manut sarehing samodra.
    

SASTRA JENDRA


Amratelakaken kawruh pasamaden ingkang sanyata langkung ageng pigunanipun ingkang kasebut SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU.
Tegesipun :

SASTRA = empaning kawruh,
JENDRA = saking panggarbaning tembung Harya Endra, tegesipun Harya = raharja, Endra = ratu = dewa,
HAYU = rahayu = wilujeng,
NINGRAT = jagad = enggen = badan.
Suraosipun  : mustikaning kawruh ingkang kuwasa amartani ing karahayon, karaharjan, katentreman lan sapanunggalipun.

Dene tegesipun PANGRUWATING DIYU inggih amalihaken diyu, dene diyu = danawa, raseksa, asura, buta, punika kangge pasemoning piawon, penyakit, rereged, bebaya, pepetang, kabodhowan lan sesaminipun.
Mengku suraos : amastani ingkang saged anyirnakaken saliring piawon tuwin samubarang bebaya pakewed.

Mangertosipun sinten ingkang tansah ajeg lumintu anindhakaken laku samadi bilih suwaunipun tiyang awon, lajeng sirna piawonipun malih dados tiyang sae lampahipun. Tiyang sakit sirna sakitipun, dados waras. Tiyang murka daksiya lajeng narimah sabar welas asih. Tiyang goroh lajeng dados temen. Tiyang bodho dados pinter sanget. Mekaten ugi tiyang golongan sudra dados waesa, waesa dados satriya, satriya dados brahmana, brahmana sumengka pangawak braja asarira bathara.

Gampilipun sawarnining kapiawonan tuwin saliring godha rencana bebaya pakewed punapa kemawon ingkang tuwuh saking kacidraning manah pribadi, punika sedaya sirna lebur dening pangastuti ulah samadi inggih mesu cipta amurmeng pandulu maworing kawula gusti.

Kajawi saking punika supados kita saged kasembadan punapa ingkang kados kasebat ing nginggil, kita kedah taberi manekung samadi, ameleng amesu cipta sedhakep suku tunggal nutupi babahan nawa sanga, tuwin telatos anggen kita angruwat sakathahing sesuker lan beladering pancadriya.

Wontenipun tembung nutupi babahan nawa sanga wau kangge ucap-ucapanipun Nata Dwarawati utawi Sang Arjuna manawi kaleres samadi manages ing Dewa. Inggih saking tembung punika wau ingkang dipun ugemi sarta lajeng dados pamanggihing umum, inggih sejatosipun namung pasemon utawi pralambang. Ananging menggah sejatosipun kita boten saged yen anutupana salah stunggal kemawon saking babahan nawa sanga wau. Liripun : upami kita nutupi grana margining napas, ing mangka lampahing napas punika ingkang dados tetekening ulah samadi. Sebab napas punika ingkang dados tetangsul utawi dados wahananing gesang kita. Mila yen grana kita kalantur dipun tutupi saestu badhe dumugi ing jaman sakaratil. Dados nutupi babahan nawa sanga (bolongan sanga) punika tetela saking kalintuning panampi tandha yektinipun saweg nutupi bolongan setunggal kemwon yekti tamtu boten saged tumindak.

Dene ing sak leresipun tembung NAWA SANGA inggih punika :

hawa – song – nga, wetahipun kedah mungel nutupi babahan hawa, song = kosong, nga = kosonga = kosongna. Suraosipun sedaya margining hawa napsu sami kakosongna, ateges sedaya bolongan sampun ngantos dados margining hawa napsu.

Dene margining hawa napsu wau winastan INDRIYA utawi PANCADRIYA, inggih paningal, pamiyarsa, pangambu, raos ilat tuwin raos badan. Tembung Pancadiya leresipun mungel PANCEN INDRIYA, wusana aksara I = Hi, luluh dhateng Ca = tja, kantun mungel Pancen Driya, tegesipun PEPANCENING KARSA, inggih ingkang nyediyani, anjageni, angladosi tuwin among karsa.

Menggah ingkang AMONG KARSA punika sejatosipun wonten 6 (nem) ingkang satunggal inggih punika pamicara, mila lajeng jangkep tembung SAD INDRIYA, utawi Indriya Nem (ing candra sengkala watak nem, tembung Sad Rasa, Sad Guna, Sad Gana, tegesipun Rasa Nem).

Kasebat ing Mahabarata Wanaparwa ing perangan Arannyakaparwa, Sad Indriya wau lajeng winastan TAMAN LELANGENING INDRIYA NEM. Ing ngriku katetepaken panggenan ingkang dados ugering pamarsudi lan sesanggeman. Mangertosipun, kita kedah marsudi dhateng widagdaning pamepes pangrubedaning Pancen Driya nem perkawis kados kasebut ing nginggil.

Dene pambrastaning temtu boten saged sampurna namung lajeng kapiyagah kemawon sareng-sareng kaliyan nalika kita mangsah samadi. Wondene inggih wonten ingkang ngaken saged angruwes sarta amiyagah, pangaken makaten wau tangeh leresipun. Awit saumpami kita angengarang, punika punapa saged kalampahan mangsi saking wadhahipun lajeng kaesokaken ing dlancang kemawon lajeng saged dados ukara tuwin tembung ingkang kita kersakaken? Mesthinipun boten.

Menggah pambrastaning pancadriya wau, sanyata boten saged sami kaliyan Hyang Pawana ingkang kuwasa ambuncang sakathahing pedhut ingkang anggendanu wonten ing natariksa. Nanging kedah mawi sarana tata titi,m telatos, atul sarwa ngatos-atos dhateng saliring pakari punapa kemawon, sarta katindakaken saben dinten wonten samadyaning pasrawungan.

Mila makaten awit ing salami-laminipun, ing salebeting cipta punika sampun kaisenan dening sesuker tuwin beladering pepinginan lan kamelikan. Ingkang makaten punika wau sampun samesthinipun kemawon yen sucinipun cipta katemah lebur sumawur sirna gempang tanpa tilas, kekantukipun namung awujud Gandana-Gandini ingkang banger bacin balrungan sapurug-purug, inggih wontenipun ganda amis ingkang manuksma wonten salebeting cipta wau punika ingkang tansah kita resiki ing saben dintenipun, srana tirtaning kawikcaksanan kanthi kasantosaning pangesthi.

Tetuladhanipun kados dene Sang Raja Putri Wiratha Dewi Durgandini sedherekipun Sang Durgandana. Tembung Durgandini tuwin Durgandana tegesipun ganda awon, mila  Dewi Durgandini ugi peparap Lara Amis, sesampunipun dipun jampeni dening Begawan Palasara, lajeng sirna memalanipun (sirna piawoning pandamelipun), nunten gantos naminipun peparap Dewi Gandawati nenggih Setiyawati, tegesipun : arum pangambaring gandanipun angebaki saindenging cakrawala (sayojana).

Menggah pikajengipun : menawi sampun sanyata kuwasa ambrasta sesukering indriya, tamtu lajeng boten saged kenging pangrubeda sakathahing pandamel ingkang tuwuh saking kumayaning Sad Guna kasebut ing nginggil.

Liripun : kita wonten jagading pasrawungan boten ambedak-bedakaken satru utawi mitra, cipta kita kuwasa nanggulangi panempuhing satru ingkang maujud wanodya ingkang mameraken kaendahaning warni tuwin kasulistyan lan wiraganing tenaganipun, ing satemah teguh kataman jemparinging Sang Hyang Asmara.

Sesotya raja brana namung kasamekaken beling utawi wingka, swara ingkang mardumarduwa ingkang linindhung gambang cemplung boten beda kaliyan swaraning grobag ing gragalan. Boten karem ing pangalem, boten geseng ing latuning kadoracaran. Gandaning ratusweda lan jebad kasturi saestu sami kaliyan gandane bangke ingkang bosok, boten pisan-pisan angisep-isep dhateng saliring akdurakan, pangrubedaning ilat saking saliring kanikmatan, boten pisan dipun kenyami. Dene wedaling swara manis arum anuju prana kadosdene madu pinastika tansah andamel kamartaning sasana, kadoracaran tuwin wuwus kacandhalan boten pisan kaucapaken, saliring pangandikan terus terang pratitis, nyata ing ndalem cipta tansah suci ngumalawening punapa dene boten pisan angemot piawon sanajan sawiji-wiji.



UBORAMPE KEJAWEN

Menawa manungsa urip ijen, sejatine ora butuh ilmu lan ngelmu. Cukup naluri alamiahe wae. Nanging nalika urip bebarengan karo manungsa liyane lan karo titah dumadi liyane dibutuhake ilmu lan ngelmu. Dadine, ngelmu urip iku lumakune kanggo nuntun manungsa nglakoni urip bebarengan ing ngalam donya,salah sijining dalan lakuning urip yo iku kitab primbon,kang biso dienggo kanggo teken klakoni urip,ben biso ndadekake tentreming bebrayan agung..
      1'' Sistim Penanggalan Jawa''

Sistim Penanggalan Jawa lebih lengkap dan komprehensif apabila dibandingkan dengan sistim penanggalan lainnya, lengkap dan komprehensifnya adalah suatu pembuktian bahwa ketelitian Jawa dalam mengamati kondisi dan pengaruh seluruh alam semesta terhadap planet bumi seisinya termasuk pengaruh kepada pranatan kehidupan manusia, dapat disampaikan antara lain adanya rumusan tata penanggalan jawa sebagai berikut :

1. Pancawara – Pasaran; Perhitungan hari dengan siklus 5 harian :

1. Kliwon/ Kasih
2. Legi / Manis
3. Pahing / Jenar
4. Pon / Palguna
5. Wage / Kresna/ Langking

2. Sadwara – Paringkelan, Perhitungan hari dengan siklus 6 harian

1. Tungle / Daun
2. Aryang / Manusia
3. Wurukung/ Hewan
4. Paningron / Mina/Ikan
5. Uwas / Peksi/Burung
6. Mawulu / Taru/Benih.

3. Saptawara – Padinan, Perhitungan hari dengan siklus 7 harian :

1. Minggu / Radite
2. Senen / Soma
3. Selasa / Anggara
4. Rebo / Budha
5. Kemis / Respati
6. Jemuwah / Sukra
7. Setu / Tumpak/Saniscara

4. Hastawara – Padewan, Perhitungan hari dengan siklus 8 harian :

1. Sri
2. Indra
3. Guru
4. Yama
5. Rudra
6. Brama
7. Kala
8. Uma

5. Sangawara – Padangon, Perhitungan hari dengan siklus 9 harian :

1. Dangu / Batu
2. Jagur / Harimau
3. Gigis / Bumi
4. Kerangan / Matahari
5. Nohan / Rembulan
6. Wogan / Ulat
7. Tulus / Air
8. Wurung / Api
9. Dadi / Kayu


6. Wuku, Perhitungan hari dengan siklus mingguan dari 30 wuku :

1. Sinta........11. Galungan........21. Maktal
2. Landhep......12. kuningan........22. Wuye
3. Wukir........13. Langkir.........23. Manahil
4. Kurantil.....14. Mandhasiya......24. Prangbakat
5. Tolu.........15. Julungpujud.....25. Bala
6. Gumbreg......16. Pahang..........26. Wugu
7. Warigalit....17. Kuruwelut.......27. Wayang
8. Warigagung...18. Marakeh.........28. Kulawu
9. Julungwangi..19. Tambir..........29. Dhukut
10. Sungsang....20. Medhangkungan...30 Watugunung

7. Sasi Jawa – ada 12 :

1. Sura.........5. Jumadilawal...9. Poso
2. Sapar........6. Jumadilakhir..10. Sawal
3. Mulud........7. Rejeb.........11. Dulkangidah
4. Bakdomulud...8. Ruwah.........12. Besar

8. Tahun Jawa – ada 8 :

1. Alip........4. Je....7. Wawu
2. Ehe.........5. Dal...8. Jimakir
3. Jimawal.....6. Be

9. Windu – umurnya 8 tahun :

1. Adi / Linuwih
2. Kuntara / Ulah
3. Sengara / Panjir
4. Sancaya / Sarawungan

10. Lambang – umurnya 8 tahun jumlahnya ada 2 :

1. Lambang Langkir
2. Lambang Kulawu.

11. Kurup – umurnya 15 windu atau 120 tahun, ada 7 kurup (menurut tanggal 1 Suro tahun Alip) :

1. Senen /Isananiyah....5. Jemuah / Jamngiyah
2. Selasa Salasiyah.....6. Setu / Sabtiyah
3. Rebo / Arbangiyah....7. Akad / akdiyah
4. Kemis / Kamsiyah

12. Mangsa- jumlahnya 12 :

1. Kasa / Kartika
2. Karo / Pusa
3. Katiga / Manggasri
4. Kapat / Setra
5. Kalima / Manggala
6. Kanem / Maya
7. Kapitu / Palguna
8. Kawolu / Wisaka
9. Kasanga / Jita
10. Kasepuluh / Srawana
11. Kasewelas / Sadha
12. Karolas / Asuji

Sistim Penanggalan Jawa disebut juga Penanggalan Jawa Candrasangkala atau perhitungan penanggalan bedasarkan peredaran Bulan mengitari Bumi. Petungan penanggalan Jawa sudah dicocokkan dengan penanggalan Hijriah.
namun demikian pencocokkan ini bukanlah menjiplak sepenuhnya juga memperhunakan perhitungan yang rumit oleh para leluluhur kita.
Ada perbedaan yang hakiki antara sistim perhitungan penanggalan Jawa dengan penanggalan Hijriah, perbedaan yang nyata adalah pada saat penetapan pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan.
Candrasangkala Jawa menetapkan bahwa pergantian hari ketika pergantian sasi waktunya adalah tetap yaitu pada saat matahari terbenam (surup – antara pukul 17.00 sampai dengan 18.00), sedangkan pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan pada penanggalan Hijriah ditentukan melalui Hilal dan Rukyat.

Mencari hari baik

Dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian dan sebagainya. Kebanyakan orang jawa dahulu, mendasarkan atas hari yang berjumlah 7(senin-minggu) dan pasaran yang jumlahnya ada 5, tiap hari tentu ada rangkapannya pasaran, jelasnya : tiap hari tentu jatuh pada pasaran tertentu.

Menurut peritungan Jawa pada umumnya dikenal 7 hari yang masing-masing mempunyai jumlah berlainan;
• Akad (Minggu) jumlah naptu 5
• Senen (Senin) jumlah naptu 4
• Selasa (selasa)jumlah naptu 3
• Rebo (Rabu) jumlah naptu 7
• Kemis (Kamis) jumlah naptu 8
• Jumuah (Jum'at)jumlah naptu 6
• Setu (Sabtu) jumlah naptu 9

Selain hari, orang Jawa juga sangat percaya adanya watak yang diakibatkan dari pengaruh Dasaran. dikenal adanya 5 pasaran yaitu

• Kliwon jumlah naptunya 8
• Legi jumlah naptunya 5
• Pahing jumlah naptunya 9
• Pon jumlah naptunya 7
• Wage jumlah naptunya 4

Neptu hari atau pasaran kelahiran untuk perkawinan

Hari dan pasaran dari kelahiran dua calon temanten yaitu anak perempuan dan anak lelaki masing-masing dijumlahkan dahulu, kemudian masing masing dibuang (dikurangi) sembilan.

Misalnya :

Kelahiran anak perempuan adalah hari Jumat (neptu 6) wage (neptu 4) jumlah 10, dibuang 9 sisa 1
Sedangkan kelahiran anak laki-laki ahad (neptu 5) legi (neptu 5) jumlah 10 dikurangi 9 sisa 1.
Menurut perhitungan dan berdasarkan sisa diatas maka perhitungan seperti dibawah ini:

Apabila sisa:

1 dan 1 = Baik, Saling mencintai
1 dan 2 = Baik
1 dan 3 = Kuat, Tetapi rejekinya jauh
1 dan 4 : banyak celakanya
1 dan 5 :bisa
1 dan 6 : jauh sandang pangannya
1 dan 7 : banyak musuh
1 dan 8 : sengsara
1 dan 9 : menjadi perlindungan
2 dan 2 : selamat, banyak rejekinya
2 dan 3 : salah seorang cepat wafat
2 dan 4 : banyak godanya
2 dan 5 : banyak celakanya
2 dan 6 : cepat kaya
2 dan 7 : anaknya banyak yang mati
2 dan 8 : dekat rejekinya
2 dan 9 : banyak rejekinya
3 dan 3 : melarat
3 dan 4 : banyak celakanya
3 dan 5 : cepat berpisah
3 dan 6 : mandapat kebahagiaan
3 dan 7 : banyak celakanya
3 dan 8 : salah seorang cepat wafat
3 dan 9 : banyak rejeki
4 dan 4 : sering sakit
4 dan 5 : banyak godanya
4 dan 6 : banyak rejekinya
4 dan 7 : melarat
4 dan 8 : banyak halangannya
4 dan 9 : salah seorang kalah
5 dan 5 : tulus kebahagiaannya
5 dan 6 : dekat rejekinya
5 dan 7 : tulus sandang pangannya
5 dan 8 : banyak bahayanya
5 dan 9 : dekat sandang pangannya
6 dan 6 : besar celakanya
6 dan 7 : rukun
6 dan 8 : banyak musuh
6 dan 9 : sengsara
7 dan 7 : dihukum oleh istrinya
7 dan 8 : celaka karena diri sendiri
7 dan 9 : tulus perkawinannya
8 dan 8 : dikasihi orang
8 dan 9 : banyak celakanya
9 dan 9 : liar rejekinya

Neptu hari dan pasaran dari kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan, ditambah neptu pasaran hari perkawinan dan tanggal (bulan Jawa) semuanya dijumlahkan kemudian dikurangi/ dibuang masing tiga, apabila masih sisa :

1 = berarti tidak baik, lekas berpisah hidup atau mati
2 = berarti baik, hidup rukun, sentosa dan dihormati
3 = berarti tidak baik, rumah tangganya hancur berantakan dan kedua-duanya bisa mati.

Neptu hari dan pasaran dari kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan, dijumlah kemudian dibagi empat apabila sisanya :

1 = Getho, jarang anaknya,
2 = Gembi, banyak anak,
3 = Sri banyak rejeki,
4 = Punggel, salah satu akan mati

Misalkan suami lahir Jumat (6) Kliwon (8) = 14 - lihat "neptu hari"
istri lahir Jumat (6) Pahing (9) = 15 - lihat "neptu pekan"
Maka jumah angka suami dan isteri adalah 14 + 15 = 29 : 4 maka akan sisa ”1”
Lihat Tabel = ”1” jatuh pada Getho, berarti "jarang memiliki anak"

Hari kelahiran mempelai laki-laki dan mempelai wanita, apabila :

Ahad dan Ahad, sering sakit
Ahad dan Senin, banyak sakit
Ahad dan Selasa, miskin
Ahad dan Rebo, selamat
Ahad dan Kamis, cekcok
Ahad dan Jumat, selamat
Ahad dan Sabtu, miskin

Senen dan Senen, tidak baik
Senen dan Selasa, selamat
Senen dan Rebo, anaknya perempuan
Senen dan Kamis, disayangi
Senen dan Jumat, selamat
Senen dan Sabtu, direstui

Selasa dan Selasa, tidak baik
Selasa dan Rebo, kaya
Selasa dan Kamis, kaya
Selasa dan Jumat, bercerai
Selasa dan Sabtu, sering sakit
Rebo dan Rebo, tidak baik
Rebo dan Kamis, selamat
Rebo dan Jumat, selamat
Rebo dan Sabtu, baik

Kamis dan Kamis, selamat
Kamis dan Jumat, selamat
Kamis dan Sabtu, celaka

Jumat dan Jumat, miskin
Jumat dan Sabtu celaka

Sabtu dan Sabtu, tidak baik


HARI-HARI UNTUK MANTU DAN IJAB PENGANTIN

(baik buruknya bulan untuk mantu):

1. Bulan Jw. Suro : Bertengkar dan menemui kerusakan (jangan dipakai)
2. Bulan Jw. Sapar : kekurangan, banyak hutang (boleh dipakai)
3. Bulan Jw Mulud : lemah, mati salah seorang (jangan dipakai)
4. Bulan jw. Bakdamulud : diomongkan jelek (boleh dipakai)
5. Bulan Jw. Bakdajumadilawal : sering kehilangan, banyak musuh (boleh dipakai)
6. Bulan Jw. Jumadilakhir : kaya akan mas dan perak
7. Bulan Rejeb : banyak kawan selamat
8. Bulan Jw. Ruwah : selamat
9. Bulan puasa : banyak bencananya (jangan dipakai)
10. Bulan Jw. Syawal : sedikit rejekinya, banyak hutang (boleh dipakai)
11. Bulan Jw. Dulkaidah : kekurangan, sakit-sakitan, bertengkar dengan teman (jangan dipakai)
12. Bulan Jw. Besar : senang dan selamat

BULAN TANPA ANGGARA KASIH

Hari anggara kasih adalah selasa kliwon, disebut hari angker sebab hari itu adalah permulaan masa wuku. Menurut adat Jawa malamnya (senin malam menghadap) anggara kasih orang bersemedi, mengumpulkna kekuatan batin untuk kesaktian dan kejayaan. Siang harinya (selasa kliwon) memelihara, membersihkan pusaka wesi aji, empu mulai membikin keris dalam majemur wayang.

Bulan – bulan anggoro kasih tidak digunakan untuk mati, hajat-hajat lainnya dan apa saja yang diangggap penting.

Adapun bulan-bulan tanpa anggara kasih adalah:

1. dalam tahun Alib bulan 2 : Jumadilakhir dan besar
2. dalam tahun ehe bulanl 2 dan : jumadilakhir
3. dalam tahun jimawal bulan 2 : Suro dan rejeb
4. dalam tahun Je bulan 2 : Sapar
5. dalam tahun Dal bulan 2 : yaitu sapar dan puasa
6. dalam tahun Be bulan 2 : mulud dan syawan
7. dalam tahun wawu bulan 2 : Bakdomulud/syawal
8. dalam tahuin Jimakir bulan 2 : Jumadilawal dan Dulkaidkah

SAAT TATAL

Saat tatal dibawah ini untuk memilih waktu yang baik untuk mantu juga untuk pindah rumah, berpergian jauh dan memulai apa saja yang dianggap penting.

Ketentuan saat itu jatuh pada pasaran (tidak pada harinya ) :

1. pasaran legi : mulai jam 06.00 nasehet.mulai jam 08.24 Rejeki : mulai jam 25.36 rejeki mulai dri jam 10 48 selamat, mulai jam 13.12 pangkalan atau (halangan) mulai jam 15.36 pacak wesi
2. pasaran pahing : mulai jam 06.00 rejeki, jam 08.24 selamat, jam 10.48 pangkalan, jam 13.12 pacak wesi, jam 15.36 nasehat.
3. pasaran pon : mulai jam 06.00 selamat, jam 08.24 pangkalan, jam 10.48 pacak wesi, jam 13.12 nasehat, jam 15.36 rejeki
4. pasaran wage mulai jam 06.00 pangkalan, jam 08.24 pacak wesi, jam 13.12 nasehat jam 15.36 selamat.
5. pasaran kliwon, mulai jam 06.00 pacak wesi, jam 08.24 nasehat, jam 10.48 rejeki, jam 13-12 selamat jam 13.36 pangkalan.

HARI PASARAN UNTUK PERKAWINAN

Neptu dan hari pasaran dijumlah kemudian dikurangi/dibuang enam-enam apabila tersisa:

1 jatuh, mati, (tidak baik) asalnya bumi
2 jatuh, jodoh (baik) asalnya jodoh dengan langit
3 jatuh , selamat atau baik asalnya barat
4 jatuh, cerai atau tidak baik asalnya timur
5 jatuh, prihatin (tidak baik) asalnya selatan
6 jatuh, mati besan (tidak baik) asalnya utara


Dalam berdagang orang jawa mempunyai petungan (prediksi) khusus untuk mencapai sukses atau mendapatkan angsar (pengaruh nasib) yang baik, sehingga menjadikan rezekinya mudah. Diantaranya petungan tersebut sebagai berikut :

Dalam “kitab primbon” (pustaka kejawen) terdapat berbagai cara dan keyakinan turun-temurun yang harus dilakukan orang yang akan melakukan kegiatan usaha perdagangan. Untuk memulai suatu usaha perdagangan orang jawa perlu memilih hari baik, diyakini bahwa berawal dari hari baik perjalanan usahapun akan membuahkan hasil maksimal, terhindar dari kegagalan.

Menurut pakar ilmu kejawen abdi dalem Karaton Kasunanan Surakarta, Ki KRM TB Djoko MP Hamidjoyo BA bahwa berdasarkan realita supranatural, menyiasati kegagalan manusia dalam usaha perlu diperhatikan. Prediksi menurut primbon perlu diperhatikan meski tidak sepenuhnya diyakini. Menurut Kitab Tafsir Jawi, dina pitu pasaran lima masing-masing hari dan pasaran karakter baik. Jika hari dan pasaran tersebut menyatu, tidak secara otomatis menghasilkan karakter baik. Demikian juga dengan bulan suku, mangsa, tahun dan windu, masing-masing memiliki karakter baik kalau bertepatan dengan hari atau pasaran tertentu.

Golek dina becik (mencari hari yang baik) untuk memulai usaha dagang pada hakekatnya adalah mencari perpaduan hari, pasaran, tahun, windu dan mangsa yang menghasilkan penyatuan karakter baik. Misalnya pada hari rebo legi mangsa kasanga tahun jimakir windu adi merupakan penyatuan anasir waktu yang menghasilkan karakter baik.

Setiap karya akan berhasil sesuai dengan kodrat, jika dilakukan dalam kondisi waktu yang netral dari pencemaran, sengkala maupun sukerta. Manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk beriktiar menanggulangi sukerta dan sengkala dengan melakukan wiradat. Misalnya dengan ruwatan atau dengan ajian rajah kalacakra, sehingga kejadian buruk tidak menjadi kenyataan.

Orang yang akan membuka usaha pun dapat melakukan upaya sendiri pada malam hari sebelum memulai usaha, yaitu berdoa mendasari doa kepada Tuhan sambil mengucapkan mantera rajah kalacakra Salam, salam, salam Yamaraja jaramaya, yamarani niramaya, yasilapa palasiya, yamidora radomiya, yamidasa sadamiya, yadayuda dayudaya, yasilaca silacaya, yasihama mahasiya. Kemudian menutup dengan mantera Allah Ya Suci Ya Salam sebanyak 11 kali.

Untuk usaha perdagangan orang jawa yang masih percaya pada petung, akan menggunakannya baik untuk menentukan jenis barang maupun tempat berdagang dan sebagainya. Petung tersebut didasarkan weton (kelahiran dari yang bersangkutan)

Peluang merupakan filsafat kosmosentris bahwa manusia dan alam tidak dapat dipisahkan. Manusia merupakan bagian dari alam semesta sehingga geraknya tidak dapat lepas dari gerak alam, sebagaimana waktu dan arah mata angin.

Orang jawa mempunyai keyakinan bahwa saat dilahirkan manusia tidak sendirian karena disertai dengan segala perlengkapannya. Perlengkapan itu merupakan sarana untuk bekal hidup dikemudian hari, yaitu bakat dan jenis pekerjaan yang cocok. Di dalam ilmu kejawen kelengkapan itu dapat dicari dengan petung hari lahir, pasaran, jam, wuku tahun dan windu.

Menurut Usman petung sekedar klenik atau gugon tuhon melainkan merupakan hasil analisa dari orang-orang jawa pada masanya. Hasil analisa itu ditulis dalam bentuk primbon. Dengan petungan jawa, orang dapat membuat suatu analisa tentang anak yang baru lahir berdasarkan waktu kelahirannya. Misalnya anak akan berhasil jika menjadi wartawan, atau sukses jika menjadi pedagang.

Petung yang demikian itu juga digunakan di dalam dunia perdagangan. Orang jawa masih mempercayainya, akan menggunakan petung dengan cermat. Dari menentukan jenis dagangan waktu mulai berdagang diperhitungkan. Semua sudah ada ketentuannya berdasar waktu kelahiran yang bersangkutan.

Penerapan petung untuk usaha perdagangan akan menambah kemungkinan dan percaya diri untuk meraih sukses. Kepercayaan diri akan membuat lebih tepat dalam mengambil keputusan. Prediksi menurut petung di dalam perdagangan bukan hanya ada pada budaya orang jawa saja. Dalam budaya Cina misalnya, hingga kini perhitungan itu masih berperan besar, sekali pun pengusaha Cina itu sudah menjadi konglomerat.

Di Cina petung itu ada dalam Kitab Pek Ji atau Pak Che (delapan angka) yang juga berdasarkan kelahiran seseorang, yaitu tahun kelahiran memiliki nilai 2, bulan nilai 2, hari memiliki nilai 2 dan jam kelahiran nilai 2.

Meskipun orang lahir bersamaan waktu, rezeki yang diperoleh tidak sama karena yang satu menggunakan petung sedangkan yang lainnya tidak.

Banyak pula orang yang tidak mempercayai petung. Mereka menganggapnya klenik atau tahayul. Mereka berpendapat dengan rasionya dapat manipulasi alam. Anggapan demikian belum pas, meskipun manusia dapat merekayasa, alam ternyata akan berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri

Untuk perhitungan mendirikan / pindahan rumah

A. Pertama-tama yg diperhitungakan adalah Bulan Jawa, yaitu :

1. Bulan Sura = tidak baik
2. Bulan Sapar = tidak baik
3. Bulan Mulud (Rabingulawal) = tidak baik
4. Bulan Bakdamulud (Rabingulakir) = baik
5. Bulan Jumadilawal = tidak baik
6. Bulan Jumadilakir = kurang baik
7. Bulan Rejeb = tidak baik
8. Bulan Ruwah (Sakban) = baik
9. Bulan Pasa (Ramelan) = tidak baik
10. Bulan Sawal = sangat tidak baik
11. Bulan Dulkaidah = cukup baik
12. Besar = sangat baik

Berdasarkan perhitungan diatas, bulan yg baik adalah : Bakdamulud, Ruwah, Dulkaidah, dan Besar.

B. Langkah kedua yaitu menghitung jumlah hari dan pasaran dari suami serta istri.

1. Suami = 29 Agustus 1973
- Rabu = 7
- Kliwon = 8
- Neptu (Total) = 15

2. Istri = 21 Desember 1976
- Selasa = 3
- Kliwon = 8
- Neptu (Total) = 11

Jumlah Neptu Suami + Istri = 15 + 11 = 36

C. Langkah ketiga, menghitung Pancasuda.

Jumlah ((Neptu suami + Neptu Istri + Hari Pindahan/Pendirian Rumah) : 5). Bila selisihnya 3, 2, atau 1 itu sangat baik. Cara ini disebut PANCASUDA.

PANCASUDA :

1. Sri = Rejeki Melimpah
2. Lungguh = Mendapat Derajat
3. Gedhong = Kaya Harta Benda
4. Lara = Sakit-Sakitan
5. Pati = Mati dalam arti Luas

Lalu mengurutkan angka hari pasaran mulai dari jumlah yang paling kecil yaitu (selasa (3) + wage (4) = 7), hingga sampai jumlah yang paling besar yaitu (Sabtu (9) + Pahing (9) = 18.

7 + 36 = 43 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
8 + 36 = 44 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
9 + 36 = 45 : 5 sisa 5 (yg habis dibagi 5 dianggap sisa 5) = Jelek Sekali
10 + 36 = 46 : 5 sisa 1 = Baik Sekali
11 + 36 = 47 : 5 sisa 2 = Baik
12 + 36 = 48 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
13 + 36 = 49 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
14 + 36 = 50 : 5 sisa 5 = Jelek Sekali
15 + 36 = 51 : 5 sisa 1 = Baik Sekali
16 + 36 = 52 : 5 sisa 2 = Baik
17 + 36 = 53 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
18 + 36 = 54 : 5 sisa 4 = Tidak Baik

Dari paparan tersebut diketahui hari baik untuk mendirikan rumah tinggal, khusus bagi pasangan suami–istri yang hari-pasaran-lahir keduanya berjumlah 36 adalah :

Terbaik 1 :
a. hari-pasaran berjumlah 10 ( Selasa Pon, Jumat Wage dan Minggu Legi)
b. hari-pasaran berjumlah 15 (Rabu Kliwon, Kamis Pon dan Jumat Pahing)

Terbaik 2 :
a. hari-pasaran berjumlah 11 (Senin Pon, Selasa Kliwon, Rabu Wage dan Jumat legi)
b. hari-pasaran berjumlah 16 (Rabu Pahing, Kamis Kliwon dan Sabtu Pon)

Terbaik 3 :
a. hari-pasaran berjumlah 7 (Selasa Wage)
b. hari-pasaran berjumlah 12 (Senin Kliwon, Selasa Pahing, Rabu Legi, Kamis Wage dan Minggu Pon)
c. hari-pasaran berjumlah 17 (Kamis Pahing dan Sabtu Kliwon)
D. Selanjutnya pilih salah satu dari 21 hari baik yang berada dalam bulan Bulan Bakdamulud, Bulan Ruwah, Bulan Dulkaidah dan Bulan Besar,

yaitu:

1. Bulan Bakdamulud (Rabingulakir)
Bulan baik untuk mendirikan sesuatu termasuk rumah tinggal. Keluarga yang bersangkutan mendapat wahyu keberuntungan, apa yang diinginkan terlaksana, cita-citanya tercapai, selalu menang dalam menghadapi perkara, berhasil dalam bercocok-tanam, berkelimpahan emas dan uang, mendapat doa restu Nabi, dan lindungan dari Allah.
2. Bulan Ruwah (Sakban)
Bulan baik untuk mendirikan rumah tinggal. Rejeki melimpah dan halal, disegani, dihormati dan disenangi orang banyak, mendapat doa Rasul.
3. Bulan Dulkaidah
Cukup baik, dicintai anak istri, para orang tua, saudara, dan handaitaulan. Dalam hal bercocok-tanam lumayan hasilnya. Banyak rejeki dan cukup uang. Keadaan keluarga harmonis, tentram, damai dan mendapatkan doa dari Rasul.
4. Bulan Besar.
Baik, banyak mendapat rejeki, berkelimpahan harta-benda dan uang. Anggota keluarga yang berdiam di areal rumah-tinggalnya yang dibangun pada bulan Besar merasakan ketentraman lair batin, serta dihormati.

Terbaik 1 :
1. Selasa Pon,
2. Jumat Wage,
3. Minggu Legi,
4. Rabu Kliwon,
5. Kamis Pon,
6. Jumat Pahing,

Terbaik 2 :
7. Senin Pon,
8. Selasa Kliwon,
9. Rabu Wage,
10. Jumat legi,
11. Rabu Pahing,
12. Kamis Kliwon,
13. Sabtu Pon,

Terbaik 3 :
14. Selasa Wage,
15. Senin Kliwon,
16. Selasa Pahing,
17. Rabu Legi,
18. Kamis Wage,
19. Minggu Pon,
20. Kamis Pahing,
21. Sabtu Kliwon,

Contoh : Jum’at Pahing
- 20 April 2007
- 07 September 2007
- 21 Desember 2007

Dalam astrologi Jawa juga dikenal adanya bintang, yang biasa disebut Wuku; ada 30 wuku yang masing-masing mempunyai Dewa (Betara) pelindung (yang kemudian sering dijadikan simbol dari wuku tersebut, seperti misalnya dalam zodiak Sagitarius disimbolkan manusia dengan badan kuda sedang memanah), hari baik, hari sial, dan watak serta bakat sendiri-sendiri. Ke 30 wuku tersebut adalah sebagai berikut:

1 . Sinta dewa pelindung Dewa Betara Jamadipati
2. Landep dewa pelindung Dewa Betara Mahadewa
3. Wukir dewa pelindung Dewa Betara Mahajekti
4. Kurantil dewa pelindung Dewa Betara Langsur
5. Tolu dewa pelindung Dewa Betara Baju
6. Gumbreg dewa pelindung Dewa Betara Tjandra
7. Warigalit dewa.pelindung Dewa Betara Asmara
8. Warigagung dewa pelindung Dewa Betara Maharesi
9. Djulungwangi dewa pelindung Dewa Betara Sambu
10. Sungsang dewa pelindung Dewa Betara Gana
11. Galungan dewa pelindung Dewa Betara Kamadjaja
12. Kuningan dewa pelindung Dewa Betara Indera
13. Langkir dewa pelindung Dewa Betara Kala
14. Mandasija dewa pelindung Dewa Betara Brama
15. Djulungpudjud dewa pelindung Dewa Betara Guritna
16. Pahang dewa pelindung Dewa Betara Tantra
17. Kuruwelut dewa pelindung Dewa Betara Wisnu
18. Marakeh dewa pelindung Dewa Betara Surenggana
19. Tambir dewa pelindung Dewa Betara Siwah
20. Medangkungan dewa pelindung Dewa Betara Basuki
21. Maktal dewa pelindung Dewa Betara Sakri
22. Wuje dewa pelindung Dewa Betara Kuwera
23. Manahil dewa pelindung Dewa Betara Tjitragotra
24. Prangbakat dewa pelindung Dewa Betara Bisma
25. Bala dewa pelindung Dewa Betari Durga
26. Wugu dewa pelindung Dewa Betara Singdjalma
27. Wajang dewa pelindung Dewa Betari Sri
28. Kuwalu dewa pelindung Dewa Betara Sadana
29. Dukut dewa pelindung Dewa Betara Sakri
30. Watugunung dewa pelindung Dewa Betara Anantaboga

Dalam memperhitungkan perjodohan seorang harus menghitung jumlah naptu dari hari pasaran kedua calon pengantin tersebut. Menurut kepercayaan di jawa, apabila naptu dari dua orang yang akan dijodohkan berjumlah 25 maka hubungan kedua belah tersebut tidak bisa dilanjutkan. Hal ini disebabkan 25 apabila dikurangi 24 tinggal satu (1) angka I ini tidak bisa dibagi dua (perkawinan melibatkan dua orang). Angka 24 ini diambil dari angka 3 dikalikan 8, jadi pada pokoknya angka yang paling dihindari adalah tiga (3). Angka tiga dianggap angka sial, karena angka ini adalah angka pati, tali yang mengikat orang mati (Jawa=Pocongan) berjumlah tiga, jumlah tali itulah yang kemudian dianggap sebagai jumlah angka yang membawa sial. Dan nampaknya orang Jawa pada umumnya masih sangat mempercayai perhitungan ini.
Selain perhitungan jumlah hari pasaran, perkawinan pada masa lalu juga mempunyai pantangan tertentu, seseorang tidak boleh menikah dengan orang yang RUBUH KARANG yaitu:
- Orang yang tinggal saling berhadapan
- Orang yang tinggal saling membelakangi (ketemu punggung)
- Orang yang tinggal tepat bersebelahan di kanan kiri

Demikian keterangannya, semoga bermanfa’at...

D


.